Kamis, 07 Mei 2009

Refleksi Paskah 2009

Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan "bangkit dari antara orang mati."
“Saya berjanji untuk mengasihi baik dalam untung maupun malang , sehat atau sakit, sampai mati”, demikian kutipan dari janji perkawinan antar pasangan suami-isteri, yang kiranya diungkapkan dengan mantap, lelehan air mata, ceria sebagai tanda bahagia. Hal yang senada kiranya juga terjadi dalam diri orang ketika lamaran kerja dikabulkan, pendaftaran di sekolah yang dikehendaki diterima, baru saja menjalani retret, dst… Mereka yang sedang mengalami pencerahan dan kebahagiaan tersebut sering dengan mudah berjanji untuk melakukan apa yang terbaik bagi sesama dan saudara-saudarinya, antara lain membuat niat-niat yang indah dan bagus. Tentu saja mereka juga belum atau tidak tahu akan apa yang terjadi dalam menjalani hidup atau tugas baru, yang pasti sarat dengan berbagai macam tantangan dan hambatan. Itulah yang juga menjadi pengalaman para rasul ketika berada di puncak sebuah bukit menerima pencerahan dan kegembiraan untuk melihat Yesus yang “berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu.” (Mrk 9:2-3), dan kemudian berjanji kepada Yesus :”Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia. " . Tetapi ketika turun dari bukit “ Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. ”. Para rasul mendengarkan pesan tersebut dan dalam perjalanan hidup mengikuti Yesus mereka mempersoalkan atau bercakap-cakap tentang apa yang dimaksud dengan ‘bangkit dari antara orang mati'.
“Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan "bangkit dari antara orang mati ."(Mrk 9:10)
Saat ini kita sedang berada dalam perjalanan mawas diri di masa Prapaskah, maka selayaknya kita meneladan para rasul yang mempersoalkan atau bercakap-cakap tentang apa yang dimaksud dengan ‘bangkit dari antara orang mati'. ‘Bangkit dari antara orang mati' yang dimaksudkan adalah ‘wafat Yesus di kayu Salib dan kebangkitanNya dari mati di hari ketiga', yang akan kita kenangkan di hari-hari Trisuci, Kamis Putih, Jumat Agung dan Paskah yang akan datang, dimana di Malam Paskah kita akan memperbaharui janji baptis yang mendasari janji-janji berikutnya seperti kaul, janji perkawinan, imamat, dst... Dengan kata lain selama masa Prapaskah ini kita diharapkan semakin mengenal Yesus secara lebih mendalam dan akrab atau mesra serta mawas diri perihal janji-janji yang telah kita ikrarkan , sehingga kita layak disebut sebagai murid-murid Yesus atau sahabat-sahabatNya.
Untuk memperdalam pengenalan kita akan Yesus kiranya dapat kita lakukan dengan pendalaman atau pembacaan Kitab Suci, sharing pengalaman iman, berdoa, dst.. Rasanya di lingkungan-lingkungan paguyuban umat sudah ada kebiasaan pertemuan atau doa bersama selama masa Prapaskah, antara lain dengan memanfaatkan bahan-bahan pendalaman iman yang telah disiapkan dan dibuat oleh Panitia APP. Maka dengan ini kami berharap kepada anda sekalian untuk berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan paguyuban umat yang diselenggarakan selama masa Prapaskah ini. Selain berpartisipasi di lingkungan, hemat saya juga baik jika pendalaman iman dan doa bersama diadakan di dalam keluarga-keluarga setiap hari, maaf dengan rendah hati saya usulkan mungkin tulisan saya yang sederhana dan kurang berkwalitas, dimana juga ada kutipan dari Kitab Suci, kiranya dapat dimanfaatkan untuk dibacakan dan didengarkan bersama di dalam keluarga.
Marilah kita juga bercakap-cakap perihal janji-janji yang telah kita ikrarkan. Secara umum sebagai orang yang telah dibaptis kiranya dapat bercakap-cakap perihal janji baptis dimana kita berjanji ‘hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak godaan setan'. Para suami-isteri, entah bersama-sama dengan pasangan lain atau dengan pasangannya saja kiranya dapat bercakap-cakap perihal janji perkawinan dimana pernah saling berjanji ‘untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sakit maupun sehat sampai mati'. Yang terpanggil hidup membiara kiranya dapat bercakap-cakap perihal trikaul. Sementara itu entah sebagai pelajar, pekerja, atau pejabat baiklah bercakap-cakap perihal janji atau sumpah yang pernah diikrarkan. Kami berhadap dengan percakapan tersebut pemahaman dan penghayatan janji semakin mendalam sehingga di malam Paskah nanti kita perbaharui bersama-sama.
“Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita ?” (Rm 8:31b)
Hidup kita serta segala sesuatu yang menyertai kita, yang kita miliki atau kuasai, adalah anugerah Allah. Yang mempertemukan kita dengan pasangan hidup kita adalah Allah; yang memanggil kita untuk menjadi imam, bruder atau suster adalah Allah, yang menugaskan kita untuk belajar atau bekerja, mengemban jabatan atau fungsi tertentu dalam hidup bersama adalah Allah yang bekerja dalam diri mereka yang diutus oleh Allah, dst.. Maka kiranya kita juga dapat berkata seperti Paulus: “ Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita ?”
“Allah di pihak kita” berarti Allah merajai dan menguasai kita sehingga kita dengan bantuan rahmatNya dapat melaksanakan kehendak dan perintahNya. Karena segala sesuatu diciptakan oleh Allah, maka jika kita sungguh bersama dan bersatu dengan Allah, yang nampak dalam cara hidup dan cara bertindak, kita mampu mengalahkan aneka macam godaan dan tantangan dalam menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan dan pekerjaan. “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita ” (Rm 8:34)
Karena tidak bersama dan bersatu dengan Allah maka orang menjadi takut berjalan atau melangkah sendirian, dan kemana-mana senantiasa dikawal ketat oleh para pengawal yang kuat. Dengan kata lain mereka itu rasanya adalah penjahat-penjahat. Mereka takut dipanggil Tuhan alias meninggal dunia sewaktu-waktu, padahal panggilan Tuhan atau kematian dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana saja. Sebaliknya jika di dalam hidup sehari- hari kita senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan alias setia pada iman, janji atau sumpah yang pernah kita ikrarkan maka ketika dipanggil Tuhan bergariah, tanpa takut dan cemas sedikitpun. Lawan dari orang yang besama dan bersatu dengan Tuhan adalah setan yang hidup dan menggejala dalam aneka macam rayuan dan godaan untuk berbuat jahat, misalnya yang masih marak pada saat ini adalah ‘korupsi'. Para koruptor pasti senantiasa berada dalam ketakutan, sebaliknya orang jujur, benar, setia dan taat tidak ada ketakutan atau kecmasan sedikitpun, meskpun untuk itu harus menderita dan berjuang. “ Jer basuki mowo beyo” = Untuk hidup mulia harus berjuang dan berkorban.
“Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku! Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN, akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya, di pelataran rumah TUHAN ”
(Mzm 116:15-19)
Jakarta, 8 Maret 2009